Bagi seorang guru SMP, harus mengeluarkan Rp 20 juta per hari tentu bukan perkara mudah. Tapi, itulah yang harus dilakukan Susanti, 28. Guru swasta di SMP Ma'arif Brangsong, Kendal, Jawa Tengah, tersebut memerlukannya untuk mengobati penyakit guillain-barre syndrome (GBS) yang dideritanya.
Untuk penyakitnya itu, Susanti membutuhkan imunoglobulin. Sebotol obat itu berharga Rp 2,5 juta. Dalam sehari Susanti butuh delapan botol. "Dalam lima hari ini, kami sudah menghabiskan Rp 90 juta lebih. Itu untuk obatnya saja. Kalau dikalkulasi dengan biaya rumah sakit, per hari bisa Rp 20 juta lebih," kata Sumardi, 30, kakak Susanti, yang kemarin menunggui sang adik di ICU Rumah Sakit Islam (RSI) Sultan Agung, Semarang.
Menurut dokter yang menangani, lanjut Sumardi, obat itu (imunoglobulin) harus diberikan selama sepuluh hari. Susanti menjalani perawatan di RSI sejak 11 Juli. Pemberian imunoglobulin baru dianjurkan lima hari lalu. "Biaya perawatan rumah sakit sampai selesai Rp 120 jutaan. Belum kami bayar," ujarnya.
Sumardi menceritakan, awalnya Susanti mengeluh mual dan muntah. Keluarga lantas membawanya ke Puskesmas Kendal. Pihak puskesmas menyarankan Susanti dibawa ke RSI Sultan Agung, Semarang. "Pihak RS menyatakan, adik saya menderita usus buntu dan harus dioperasi," kisahnya.
Setelah dioperasi, dokter menyarankan rawat inap 2-3 hari. "Kata dokter, operasi usus buntu hanya butuh tiga hari rawat inap," katanya.
Tapi, bukannya membaik, kondisi istri Sigit Setiawan, 29, itu justru memburuk. Seminggu pascaoperasi, tubuh perempuan yang menikah pada 28 Maret 2010 tersebut mengejang. Seluruh tubuhnya lumpuh. "Dokter langsung memvonis adik saya kena guillain-barre syndrome," ujarnya.
Saat ini kondisi Susanti belum menunjukkan progres yang signifikan. "Yang bisa dia lakukan hanya berkedip dan sedikit menggerakkan jari tangan dan kaki," tuturnya.
Direktur Pelayanan Medik dan Keperawatan RSI Sultan Agung dr Makmur Santosa menyatakan, penyakit yang diderita Susanti tergolong penyakit otoimun. "Selama bekerja di RSI, saya belum pernah menemukan penyakit seperti itu. Ini penyakit langka, hanya ditemukan pada seorang di antara seratus ribu penduduk," terang dokter yang telah lima tahun bekerja di RSI itu.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 comments:
Posting Komentar