Pemanasan global membikin pusing banyak orang. Tapi tahukah Anda bahwa marmut justru memetik keuntungan dari perubahan iklim global itu?
Sebuah penelitian sekelompok ilmuwan di Colorado menemukan bahwa marmut justru menjadi lebih gemuk tubuhnya lantaran perubahan iklim. Suhu yang lebih hangat rupanya membuat marmut lebih cepat bangun dari masa hibernasi dan lebih banyak makan.
Saban tahun ilmuwan di sana selalu melakukan penghitungan marmut belang kuning di Upper East River Valley. Makin mendekati akhir-akhir ini, para ilmuwan itu merasa kegiatan mereka tambah melelahkan.
Penyebabnya, menurut penelitian yang diterbitkan di jurnal Nature itu, ternyata lantaran populasi marmut semakin besar. Marmut menjadi satu dari sedikit satwa yang bisa mendapatkan keuntungan dari peningkatan temperatur global. Beruang kutub misalnya, justru merana.
Namun, para ilmuwan itu mengingatkan bahwa hal tersebut jangan ditanggapi gembira dulu. Soalnya, hal itu diperkirakan hanya berlangsung sementara saja karena justru menjadi malapetakan bagi populasi itu sendiri dalam jangka panjang.
Iklim yang lebih hangat berarti temperatur seperti musim semi muncul satu hari lebih awal saban tahun. Efek kumulatif sejak 1976, ketika para ilmuwan mulai mengumpulkan data marmut, adalah, "Satwa itu bangun dari masa hibernasinya satu bulan lebih cepat," kata Arpat Ozgul, peneliti di Imperial College London, yang memimpin studi tersebut.
Marmut itu aktif antara empat sampai lima bulan dalam setahun. Jadi, adanya bulan ekstra membuat masa bangun mereka meningkat sebesar 20 persen. Bulan ekstra ini juga membuat mereka juga mendapatkan kalori yang lebih banyak dan membuat mereka bisa bertahan lebih lama di musim semi yang kering. Pada akhirnya, saat mereka menuju masa hibernasi, yaitu pada September, tubuh marmut itu lebih gemuk.
Dampak lainnya adalah, bayi marmut pun lahir lebih cepat dan berat badannya juga meningkat lebih cepat. Populasi marmut pun berubah dengan cepat. Para ilmuwan pun akhirnya bekerja lebih keras, bila dibandingkan saat mereka mulai menghitung populasi marmut pada 1976 sampai 2008.
Ilmuwan itu melacak 1.190 ekor marmut betina dan menemukan bobot tubuhnya pada Agustus 2008 meningkat rata-rata 6,8 pon pada paruh pertama studi menjadi rata-rata 7,6 pon pada paruh kedua.
Persoalannya, suhu yang meningkat membuat habitat mereka pun bertambah panas. Tingkat kekeringan pada musim semi semakin tinggi. "Makanan musim panas sangat kering dan kekeringan akan mempengaruhi populasi," kata Daniel Blumstein, ahli ekologi dan evolusi biologi dari UCLA, yang terlibat juga dalam penelitian tersebut.
Pada kondisi ini, marmut belang kuning hanya memiliki dua pilihan: "Beradaptasi atau punah," kata McAdam.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 comments:
Posting Komentar