Kisah Johan Pramana Putra yang harus menjalani amputasi hingga paha kanan karena osteosarkoma (kanker tulang) mengetuk hati semua orang. Namun, banyak yang tak tahu bahwa Johan hanya salah satu contoh. Setiap minggu, selalu ada remaja-remaja yang diketahui menderita tumor ganas tersebut.
Berdasar data RSUD dr Soetomo, setiap minggu ada penderita baru osteosarkoma yang mereka tangani. "Setiap minggu, satu-dua pasien pasti ada. Setiap bulan, rata-rata empat sampai delapan pasien baru yang kami tangani," kata dr Ferdiansyah SpOT, salah seorang spesialis ortopedi RSUD dr Soetomo, kepada Jawa Pos, Rabu lalu (4/8).
Lazimnya, osteosarkoma memang menyerang anak-anak dekade kedua atau mereka yang berusia 10-20 tahun. Tumor tersebut merupakan penyakit terganas ketiga pada remaja, setelah leukemia dan lymphoma. Angka kejadiannya 1/200.000 penduduk dan dua kali lebih berisiko menyerang pria daripada wanita.
Osteosarkoma paling sering muncul di bawah atau atas lutut, seperti yang dialami Johan. Dibandingkan pada bagian tubuh lain, peluang osteosarkoma menyerang lutut dan sekitarnya adalah 75 persen. Bagian yang diserang lazimnya adalah area di atas bagian atas tulang kering atau di ujung bawah tulang paha.
Pada dua titik itulah, terletak lempeng tumbuh, yang menjadi dasar pertumbuhan tulang. Utamanya, pada masa pertumbuhan. Namun, tidak ada teori yang menjelaskan penyebab osteosarkoma paling sering menyerang area tersebut. "Tumor itu kan penyakit misterius. Sampai sekarang pun, belum ada yang bisa menjelaskan dengan pasti, apa penyebabnya. Tapi, kalau mau dikaji lagi, di dalam gen penderita sudah ada bibitnya. Jadi, level genetik," kata Ferdiansyah.
Pasien-pasien osteosarkoma sering mengklaim penyebab tumor yang menyerang mereka adalah jatuh atau trauma fisik. Namun, sebenarnya tidak ada korelasi mengenai hal tersebut. "Orang kan kalau tubuhnya kenapa-kenapa terus mencari-cari, penyebabnya apa. Nah, saat itulah mereka merasa sakit seperti itu setelah jatuh. Padahal, sebelum itu pun, sebenarnya sel-sel tumor sudah ada," jelas dokter yang juga kepala Biomaterial Center RSUD dr Soetomo tersebut.
Osteosarkoma termasuk tumor ganas primer yang berasal dari tulang dan bersifat high-grade. Artinya, tumor yang relatif sulit diatasi, apalagi jika sudah mengganas dan menjadi kanker. Jika diatasi dengan kemoterapi, misalnya, responsnya bervariasi dan tak selalu bagus.
Pertanda awal osteosarkoma adalah nyeri berkepanjangan di bagian tulang yang diserang. Rasa nyeri itu biasanya berlangsung lebih dari seminggu dan disertai pembengkakan. Saat hal itu terjadi, yang harus dilakukan adalah memberikan kompres dingin pada bagian yang bengkak. Sama dengan pedoman umum yang harus dilakukan ketika terjadi benturan atau trauma pada atlet olahraga.
Namun, saat itulah umumnya penderita, yang masih awam terhadap penanganan tumor, melakukan kesalahan fatal. Yakni, memijat bagian yang nyeri tersebut. Padahal, jika nyeri itu merupakan pertanda awal osteosarkoma, memijatnya justru akan membuat sel-sel tumor menyebar ke mana-mana dan kondisi pasien memburuk.
Ironisnya, justru baru ketika sudah parah penderita osteosarkoma dibawa ke rumah sakit. Keluarga baru tanggap bahwa ada sesuatu yang salah saat penderita sudah tak bisa berjalan atau pembengkakan yang terjadi sudah amat besar. "Kami hampir tidak pernah menerima pasien yang masih derajat II A (tumor belum menyebar, Red) atau II B (menyebar, tapi masih di sekitar bagian yang terserang, Red). Kebanyakan sudah derajat III (menyebar ke organ-organ lain, Red)," ujar Ferdiansyah.
Padahal, terapi penyembuhan macam apa yang harus dijalani pasien bergantung pada seberapa cepat dia dibawa ke dokter. Kalau dia dibawa ke dokter saat osteosarkoma masih memasuki tahap awal, bisa jadi dia hanya perlu diradio terapi atau bahkan tidak menjalani terapi apa pun. Sebab, setelah diperiksa, ada jenis osteosarkoma yang sifatnya sangat jinak sehingga tidak diangkat pun tidak masalah.
Namun, jika pasien baru dibawa ke rumah sakit setelah kondisinya parah, dokter pasti lebih kesulitan untuk mengatasi penyebaran sel-sel tumor tersebut. Apalagi, jika sudah menjadi kanker. Bisa jadi, dokter harus mengangkat bagian yang terkena tumor lewat operasi. Jika sel-sel tumor sampai merusak tulang, beda lagi tindakan yang harus dilakukan dokter.
Ketika bagian tulang yang hancur oleh osteosarkoma hanya sebagian, dokter bisa mengatasinya dengan pencangkokan tulang dari cadaver (donor mayat). Tapi, jika bagian yang hancur sangat luas, dokter terpaksa harus melakukan disartikulasi atau amputasi dan penderita harus menggunakan protese atau kaki palsu, seperti yang dijalani Johan.
Penanganan osteosarkoma dan tumor-tumor yang menyerang jaringan tulang, otot, dan pembuluh darah lain tentu saja membutuhkan penanganan multidisiplin. Untuk mengatasinya, perlu kerja sama antara beberapa disiplin ilmu kedokteran, seperti ortopedi, radiologi, dan patologi anatomi.
Wadah untuk para dokter yang menangani penyakit itu adalah Perhimpunan Tumor Muskuloskeletal Indonesia (Pertumsi) atau Indonesian Musculosceletal Tumor Society (IMTS). Hingga saat ini, Pertumsi Cabang Surabaya sudah menjadi percontohan bagi daerah-daerah lain.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 comments:
Posting Komentar