Tahap pertama percepatan penuntasan perundingan garis batas maritim RI-Malaysia, dimulai Senin esok. Ajang ini diduga dimanfaatkan Malaysia untuk mendorong penyelesaian melalui Mahkamah Internasional yang melemahkan posisi Indonesia.
Demikian wanti-wanti Prof Hikmahanto Juwana, mengenai persiapan pertemuan antar menlu dua negara di Kinabalu, Malaysia. Pernyataan ini disampaikannya melalui surat elektronik, Minggu (5/9/2010).
"Bila jadi pertemuan besok pra-kondisi agar publik Indonesia menerima kebijakan pemerintah untuk bersengketa dengan Malaysia di Mahkamah Internasional. Pertemuan dapat dipastikan tidak akan mencapai kesepakatan," kata guru besar Hukum Internasional FH UI itu.
Analisanya didasarkan pada pernyataan Wamenlu Malaysia Richard Riot menanggapi pidato Presiden SBY di Mabes TNI, Cilangkap. Di dalam pernyataan yang dilansir AFP tersebut, Riot mengusulkan penyelesaian perbatasan dilakukan melalui Mahkamah Internasional (International Court of Justice).
Riot yakin bahwa penyelesaian di Mahkamah Internasional berpeluang diterima Indonesia karena sesuai keinginan Presiden SBY agar menuntaskan masalah perbatasan dalam waktu cepat. Sebaliknya penyelesaian di meja perundingan jelas akan memakan waktu yang lama.
"Opsi terbaik untuk memenuhi keinginan Presiden SBY adalah membawa sengketa ke Mahkamah Internasional. Tetapi itu bukanlah opsi yang menguntungkan bagi Indonesia, jadi harus ditolak mentah-mentah," wanti Hikmahanto
Menurutnya paling tidak ada empat alasan mengapa Indonesia harus berkeras menolak usulan yang mungkin akan Malaysia ajukan tersebut. Pertama, lemahnya kearsipan nasional sehingga tidak menyimpan bukti-bukti dokumen yang kuat untuk mendasari klaim Indonesia terhadap batas wilayah bersangkuta.
"Ini yang terjadi dalam sengketa atas Pulau Sipadan-Ligitan. Malaysia tahu betul tentang hal ini." sambungnya.
Kedua, Indonesia mungkin tidak memiliki dana yang memadai menyewa para pengacara internasional yang handal dan pastinya mahal. Tanpa pengacara yang handal, argumentasi yang dilakukan oleh Indonesia akan punya banyak kelemahan.
Ketiga, lemahnya koordinasi antar instansi terkait penanganan laut dan perbatasan. Terakhir, Indonesia terkesan tidak mengurusi pulau-pulau terluar meski sadar benar bahwa aset itu punya arti strategis untuk dijadikan titik terluar dalam penentuan batas laut.
"Ini semua yang akan dimanfaatkan Malaysia untuk mengargumentasikan Indonesia telah melepas klaimnya atas pulau-pulau tersebut. Akibatnya sejumlah pulau terluar tidak dapat dijadikan titik terluar dalam penentuan batas," papar Hikmahanto.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 comments:
Posting Komentar