Asosiasi Tenaga Kerja Indonesia di Hong Kong, ATKI, akan mengajukan Peninjauan Kembali atas diloloskannya undang-undang upah minimum di Hong Kong.
Iweng Karsiwen, wakil ketua ATKI mengatakan mereka juga akan mengadukan kasus itu kepada organisasi buruh internasional, ILO.
Dewan Legislatif Hong Kong meloloskan undang-undang upah minimum untuk pertama kalinya namun tidak menyertakan pembantu rumah tangga yang tinggal di rumah majikan.
Sebagian besar pembantu rumah tangga di Hong Kong berasal dari Indonesia dan Filipina.
"Kami akan mengajukan Peninjauan Kembali dan juga mengajukan protes ke organisasi buruh internasional, ILO, karena menurut ILO, upah minimum regional harus mengikutkan semua pekerja," kata Iweng.
"Kami sangat kecewa dengan keputusan ini karena mengecualikan pembantu rumah tangga yang tinggal di rumah majikan," tambah Iweng yang sudah bekerja di Hong Kong selama 11 tahun.
Ia mengatakan ATKI dan sejumlah organisasi lain di bawah Asian Migrants Coordinating Body (AMCB), badan migran Asia, melakukan protes sebelum undang-undang itu diloloskan.
"AMCB sudah ajukan formula untuk pekerja yang tinggal di rumah majikan, tapi tidak diterima," tambah Iweng.
Ia juga mengatakan selama ini yang menentukan upah untuk pekerja rumah tangga asing adalah gubernur Hong Kong dan tidak ada kepastian soal gaji.
"Tidak ada kepastian, kadang turun, naik atau dipotong sewaktu-waktu. Kalau kami diikutkan dalam upah minimum, gaji kami akan stabil dan ditentukan oleh legislatif dan ini lebih demokratis."
Berdasarkan peraturan baru ini, tingkat upah akan dikaji setiap dua tahun, bukan setiap tahun seperti dituntut serikat buruh.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 comments:
Posting Komentar