Ketua DPRD Bali Anak Agung Ngurah Oka Ratmadi mengatakan, bangsa Indonesia sudah saatnya kembali menggelorakan semangat perjuangan 1945 dalam mempertahankan kedaulatan dan keutuhan NKRI, jangan sampai jadi bangsa penakut. "Kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia saat ini sedang diuji setelah hubungan antara Indonesia dengan Malaysia terus memanas dalam sepekan terakhir," kata Anak Agung Ngurah Oka Ratmadidi, Denpasar, Rabu (1/9/2010).
Pada diskusi publik bertema "Hidup Bersama Tanpa Kekerasan" itu, ia mendesak agar Malaysia perlu diberi shock therapy sehingga tidak akan mengulangi tindakan yang sama di kemudian hari. "Kita tidak ingin melakukan konfrontasi secara terbuka dengan Malaysia. Tetapi demi keutuhan NKRI yang semakin tercabik-cabik saat ini, maka negeri jiran itu perlu diberi pelajaran keras," ujarnya.
Kyai Haji Nuril Arifin yang akrab disapa Gus Nuril mengatakan, untuk penyelesaian ketegangan dengan Malaysia sangat bergantung pada para pemimpin, terutama Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. "Bila Presiden kita bertindak tegas dan berwibawa, maka penyelesaian dengan Malaysia akan lebih cepat dilakukan sekalipun dengan jalan terakhir, yaitu perang," tegasnya.
Gus Nuril mengatakan, kekuatan militer Indonesia jauh melebihi kekuatan militer Malaysia sehingga tidak ada alasan untuk takut berkonfrontasi dengan Malaysia. Ia berharap agar para pemimpin Indonesia mencontoh spirit kepemimpinan tokoh pewayangan, yaitu Bima Sena dalam cerita Mahabarata, yang dengan gagah berani mengambil keputusan demi kepentingan negaranya.
Menurutnya, Indonesia tidak perlu terlalu memperhitungkan masalah tenaga kerja Indonesia (TKI) yang ada di Malaysia. Begitu juga pemimpin kedua negara hendaknya melihat persoalan ketegangan tersebut secara obyektif sehingga kebijakan yang diambil dapat diakomodasi oleh kedua negara.
Gus Nuril mengatakan, untuk Indonesia perlu ingat sejarah. Pada tahun 1960 hingga 1970, Angkatan Laut Indonesia pernah menjadi salah satu angkatan laut terbesar, urutan nomor tiga di dunia. Pada era yang sama, Malaysia banyak belajar ke Indonesia dalam berbagai bidang. "Saat itu banyak guru asal Indonesia yang dikirim ke Malaysia untuk mengajar di sana. Namun, kenyataan sekarang ini kondisinya menjadi terbalik," katanya.
Bahkan sekarang, Gus Nuril mengamati dari kenyataan bahwa orang Indonesia yang ada di Malaysia dianggap sebagai warga negara kelas dua. "Sebaliknya orang Malaysia yang ada di Indonesia mendapat layanan khusus, layaknya tamu kehormatan," katanya.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 comments:
Posting Komentar