Takbir mengumandang bergema akbar.
Sahutan suara echo dari toa Masjid dan Surau terdengar syahdu.
Ku percepat langkah kaki ku menuju rumahku kala sore senja jingga.
Perasaan bahagia dan haru menghiasi air muka ku saat itu.
“Alhamdulillah, puasa terakhir ini kulewati dengan baik” Ucapku dalam hati.
Dalam perjalanan pulang, aku terus membayangi akan kerinduan makanan khas hari raya.
Ku pikir, pasti Ibu ku sudah menyiapkan sajian ketupat dan opor ayam, menyambut kepulanganku.
Namun, akau tersentak kuat, tertegun dan merasa terhenti sejenak dalam diam.
***
Aku berhenti dalam pertengahan jalan, ada obyek visual yang membuat ku merasa tertegun.
Ku perhatikan dan ku amati di pojok belokan jalan.
Dua orang anak sedang membongkar-bongkar tumpukan sampah rumah tangga.
Yang satu perempuan dan satu lagi seorang laki-laki. Kira-kira mereka berdua berumur 8 tahun.
Dengan tekun, mereka memilah-milah tiap kantong sampah, berusaha menemukan sedikit makanan sisa yang bisa dimakan.
Kuperhatikan pakaian dan penampilan mereka sungguh tampak memilukan mata.
Lalu, rasa iba telah menggerakkan hati dan tubuh ini mendekati mereka.
Ketika mencoba mendekati mereka, satpam perumahan datang menghampiri.
Menghardik dan mengusir dua bocah itu dengan garangnya.
Tak ayal lagi, mereka berdua lari ketakutan tunggang langgang.
Aku kembali dalam diam, niat hati ingin membantu, namun tak kesampaian.
Aku sangat menyesal, seharusnya aku segera menghampiri kedua bocah itu.
Lagi-lagi, aku merasa telah kehilangan ladang amal tabungan akhiratku.
***
Ku telah sampai di rumah.
Di hadapan ku, beragam hidangan khas hari raya telah tersaji.
Sungguh sangat menggugah selera.
Namun, ada yang salah dengan diriku.
Mengapa aku tak berselera menyantapnya dan bergembira saat itu.
Padahal, sudah lama sekali, aku tak menikmati masakan ibuku. Terutama di momentum hari raya ini.
“Oh Tuhan, mengapa aku tak berselera melahap beragam sajian khas ini ? ” Pekik hatiku yang merintih.
Ketupat, opor ayam, rendang, sambal hati, gulai jengkol, tumis cumi dan udang, dan makanan pelengkap lainnya, tak mampu menjadi semangatku untuk melahapnya.
Ada semacam bayangan dan memorial yang menahanku untuk memakan semua itu.
Yaahhh, bayangan kedua bocah itu yang sedang mengais sampah, yang mencari makanan sisa dalam tumpukan sampah rumah tangga.
Bayangan itu menggemuruh hebat dalam ingatanku.
Aku merasa tak tega dan seharusnya tak pantas menikmati semua yang tersaji ini.
Sementara itu, jauh di luar sana, di kanan kiri lingkungan, ternyata masih banyak kalangan manusia yang mencari makan dengan mengubrak-abrik sampah, bahkan harus menahan lapar untuk beberapa hari.
Tiba-tiba air mata ku menetes membasahi wajahku. Aku tak tahu mengapa itu terjadi.
Di meja makan itu, Ayah, Ibu, dan saudaraku memperhatikanku dengan heran.
Mereka menyangka aku menangis karena merindukan suasana kumpul bersama ini, yang tidak bisa aku rasakan setiap harinya, semenjak aku menuntut ilmu di pulau Jawa.
Akhirnya, ku ambil ketupat. Ku amati dengan seksama.
Dalam hati, dengan perasaan terguguh, aku berucap dengan bergetar nurani.
“Siapa bilang ketupat itu lezat? “
Iyyaaah.. siapa bilang ketupat itu lezat? Pantaskah kita merasakan kelezatan ketupat, sementara masih ada kalangan manusia papa yang mengais-ngais sampah di kanan-kiri lingkungan rumah, masih ada anak yatim piatu yang tidak bisa merasakan nikmatnya berhari raya karena tidak adanya makanan yang bisa dimakan di hari raya, masih ada janda dan duda tua yang terbaring di pembaringannya tanpa ada secuil makanan untuk dimakan di hari raya, atau masih ada kaum manusia yang merana dina sahaja saat hari raya dan tidak bisa merasakan sejatinya hari raya karena harus menahan lapar dalam hari-harinya.
Apakah kita masih bisa merasakan kelezatan ketupat di atas kesengsaraan manusia lainnya?!
Aku diam terguguh. Kupandangi lagi ke sekeliling sajian khas di meja makan itu.
Air mataku menetes kembali.
Dalam deru debu memorial yang berkecamuk itu. Aku bersyukur dengan khusuk padaNya, atas semua yang diberikan OlehNya selama ini.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 comments:
Posting Komentar